SEOUL, Korea Selatan 11 Juli 2025

Dua pusat kekuatan politik global, Asia Timur dan Eropa, diguncang oleh drama hukum dan politik tingkat tinggi pada hari yang sama. Di Seoul, mantan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, kembali ditangkap atas tuduhan baru yang serius. Sementara itu, di Brussels, Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, berhasil melewati mosi tidak percaya yang mengancam kepemimpinannya. Peristiwa-peristiwa ini menyoroti kerapuhan sistem politik di berbagai belahan dunia, di mana para pemimpin terus diuji oleh tuntutan akuntabilitas, tekanan publik, dan intrik kekuasaan. Dinamika ini menunjukkan bahwa tidak ada negara yang kebal terhadap gejolak politik, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari arena internasional.

Korea Selatan: Pintu Putar Hukum bagi Mantan Pemimpin

Korea Selatan kembali menegaskan reputasinya sebagai negara di mana mantan presiden seringkali berakhir di pengadilan. Mantan Presiden Yoon Suk Yeol, yang baru saja menyelesaikan masa jabatannya tahun lalu, dijemput oleh jaksa dari kediamannya di Seoul setelah pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan baru. Penangkapan ini bukan yang pertama baginya, namun kali ini tuduhannya jauh lebih serius, mengguncang fondasi demokrasi negara tersebut. Sejarah politik Korea Selatan memang diwarnai oleh serangkaian kasus hukum yang melibatkan mantan kepala negara, sebuah fenomena yang seringkali dikaitkan dengan kuatnya lembaga peradilan dan semangat anti-korupsi yang tinggi di negara tersebut, meskipun juga memicu perdebatan tentang politisasi hukum.

Penangkapan ini merupakan babak baru dalam saga hukum yang menimpanya. Tuduhan kali ini jauh lebih berat dari sebelumnya, yakni dugaan penyalahgunaan kekuasaan dengan mencoba memberlakukan darurat militer secara tidak sah untuk membubarkan protes massal menjelang akhir masa jabatannya. Jaksa menuduh Yoon dan beberapa pembantu dekatnya telah menyusun rencana untuk mengerahkan pasukan militer ke ibu kota guna meredam demonstrasi yang menuntut pengunduran dirinya. Jika terbukti, tindakan ini akan menjadi pelanggaran serius terhadap konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi. “Ini adalah tuduhan yang sangat serius yang mengancam fondasi demokrasi kita,” kata seorang juru bicara dari kantor kejaksaan, menekankan beratnya implikasi hukum dan politik dari kasus ini.

Pihak Yoon Suk Yeol dengan keras membantah tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai “fiksi politik” dan “balas dendam” dari pemerintahan baru. Penangkapan ini memicu polarisasi di tengah masyarakat Korea Selatan, dengan para pendukungnya turun ke jalan untuk memprotes, sementara para penentangnya merayakan apa yang mereka sebut sebagai kemenangan keadilan. Situasi ini menciptakan ketegangan sosial yang signifikan, dengan potensi demonstrasi dan konfrontasi lebih lanjut di masa mendatang.

Eropa: Von der Leyen Bertahan di Tengah Badai Politik

Ribuan kilometer jauhnya, di jantung Uni Eropa, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menghadapi salah satu ujian terberat dalam kepemimpinannya. Ia harus menghadapi pemungutan suara mosi tidak percaya di Parlemen Eropa. Mosi tersebut diajukan oleh kelompok euroskeptis dan sayap kanan. Mereka menuduh von der Leyen melampaui wewenang dalam pengadaan vaksin COVID-19. Ia juga dituduh tidak transparan dalam kesepakatan “Green Deal”. Selain itu, mereka menyoroti dugaan salah urus krisis ekonomi. Tuduhan ini mencerminkan ketidakpuasan besar terhadap kepemimpinannya. Kritik semakin tajam karena tantangan Uni Eropa terus bertambah. Isu-isu seperti pandemi, energi, dan inflasi memperburuk situasi. Perdebatan di parlemen berlangsung sengit dan penuh ketegangan. Perpecahan politik semakin nyata di antara blok-blok di Eropa. Sebagian ingin integrasi lebih lanjut, sebagian lagi mendorong kedaulatan nasional.

Hasil Voting dan Implikasinya

Namun, setelah pemungutan suara yang menegangkan, von der Leyen berhasil mempertahankan posisinya. Koalisi mayoritas tetap mendukungnya, termasuk EPP, Sosialis (S&D), dan Liberal (Renew Europe). Meski begitu, beberapa anggota membelot dalam pemungutan suara tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa ia masih bertahan, tapi kekuasaannya sedikit melemah. Ia kini menghadapi tantangan baru dalam menyatukan parlemen Uni Eropa. Von der Leyen perlu bekerja lebih keras untuk membangun konsensus lintas faksi. Tujuannya adalah mengembalikan kepercayaan politik dan mendorong agenda Uni Eropa ke depan.

Dalam pidatonya setelah pemungutan suara, von der Leyen menyerukan persatuan. “Sekarang adalah waktunya untuk mengesampingkan perbedaan kita dan bekerja sama untuk menghadapi tantangan besar di hadapan kita, mulai dari perang di Ukraina hingga krisis iklim. Eropa harus tetap bersatu,” ujarnya. Seruan ini mencerminkan kesadaran akan perlunya kohesi di tengah berbagai krisis yang mengancam stabilitas dan masa depan Uni Eropa. Ia menekankan pentingnya fokus pada isu-isu krusial yang membutuhkan respons kolektif, seperti keamanan energi, transisi hijau, dan penguatan posisi Eropa di panggung global.

Kedua peristiwa yang terjadi bersamaan ini menyoroti tekanan besar terhadap para pemimpin politik di seluruh dunia. Mereka menghadapi tantangan hukum domestik yang dalam dan kompleks.
>Selain itu, perpecahan ideologis global semakin tajam dan sulit dijembatani.  Kasus Yoon Suk Yeol di Korea Selatan adalah contoh krisis kepemimpinan akibat konflik hukum. Sementara itu, Ursula von der Leyen menghadapi tekanan politik di tingkat regional Eropa. Keduanya mencerminkan ketidakpastian dalam lanskap politik global saat ini.
Tuntutan terhadap transparansi, akuntabilitas, dan kepemimpinan yang efektif terus meningkat dari publik.. Masyarakat di seluruh dunia semakin kritis terhadap para pemimpin mereka, menuntut solusi nyata untuk masalah-masalah kompleks yang mereka hadapi. Bagaimana para pemimpin ini menavigasi badai politik ini akan menentukan arah masa depan negara dan kawasan mereka, serta berdampak pada tatanan global secara keseluruhan.